Sunday, September 13, 2020

BERTUALANG DI RIMBA BACA ALA PERPUSTAKAAN DNA

 


Penulis: Norma Keisya Avicenna  (Pengelola Perpustakaan DNA)

 

Masyarakat Literat Indonesia Bermartabat

Secara etimologis, istilah literasi berasal dari bahasa Latin “literatus” yang artinya “orang yang belajar”. Literasi merupakan suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan potensi dan keterampilan dalam mengolah serta memahami informasi saat melakukan aktivitas membaca dan menulis. Literasi memiliki fungsi penting dalam kehidupan. Kesadaran berliterasi akan mengantarkan sebuah peradaban pada kedudukan yang terhormat dan bermartabat.

Sebagai negara berkembang, Indonesia harus mampu mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup abad ke-21 melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, sampai dengan masyarakat. Enam literasi dasar mencakup literasi baca-tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan. World Economic Forum pada tahun 2015 menyebutkan bahwa enam literasi dasar tersebut sangat penting untuk dikuasai oleh masyarakat, dari anak-anak sampai orang dewasa.

Tantangan saat ini di era digital adalah menariknya kegiatan belajar yang “dikalahkan oleh” menariknya hiburan dunia digital. Karena itu, perlu inovasi-inovasi kekinian untuk membudayakan literasi khususnya di kalangan anak-anak dan lebih luas lagi di lingkungan masyarakat.  Menumbuhkan minat  literasi baca-tulis pada anak-anak memberikan manfaat dan pengaruh yang sangat besar. Dengan literasi baca-tulis, wawasan dan pengetahuan akan bertambah, meningkatkan daya kreativitas, dan mengembangkan keterampilan hidup.

 

Transportasi Literasi itu Bernama Perpustakaan

Perpustakaan menjadi salah satu alternatif tempat belajar yang menunjang untuk menumbuhkan budaya literasi baca-tulis. Menurut saya, perpustakaan yang ideal adalah sebuah perpustakaan yang mampu memberdayakan masyarakat, mampu melakukan revolusi minat baca pada masyarakat, dan mampu mengubah karakter masyarakat dari tidak suka membaca menjadi suka membaca.  Perpustakaan juga seharusnya mampu mengubah masyarakat tuna informasi menjadi masyarakat yang berliterasi atau melek informasi.

            Perpustakaan mempunyai peranan yang sangat vital bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pertama, perpustakaan berfungsi sebagai jantung pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kedua, sebagai pusat pengumpulan dan penyimpanan sumber pengetahuan dan informasi. Ketiga, sebagai pusat kegiatan masyarakat setempat. Perpustakaan juga mempunyai peran yang sangat strategis dalam mempengaruhi tingkat taraf hidup masyarakat. Perpustakaan harus dapat berfungsi sebagai wahana belajar yang mampu mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang berilmu, cakap, kreatif, inovatif dan mandiri. 

Bangsa yang literate adalah bangsa yang mampu menjawab tantangan zaman. Peradaban yang berliterasi selalu ditandai dengan kepedulian yang tinggi terhadap perpustakaan. Perpustakaan selalu menjadi transportasi literasi ketika suatu peradaban mencapai puncak keemasan.  Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sepanjang peradaban manusia tidak dapat lepas dari perpustakaan.

 

Inkubator Literasi ala Perpustakaan DNA

Saya seorang ibu rumah tangga sekaligus penulis. Tidak sekadar ‘menjadi’ penulis, namun saya juga bertekad ‘menjadikan’ orang lain penulis (melahirkan generasi-generasi penulis cilik), maka terbentuklah komunitas penulis cilik “DNA Writing Club”. Saya awali semuanya dengan mendirikan Perpustakaan DNA di rumah. Berawal dari koleksi pribadi yang jumlahnya ratusan kemudian terus bertambah juga menyiapkan beragam kegiatan.

Perpustakaan DNA didirikan sejak November 2013. Bertempat di Jalan Jati Barat I No.274, Banyumanik, Semarang. Dalam kegiatannya, selain melayani sirkulasi peminjaman buku, juga ada beberapa kegiatan kreatif untuk menumbuhkan budaya literasi baca-tulis di lingkungan masyarakat. Pengelola Perpustakaan DNA saat ini berjumlah 4 orang. Kami menyebut pengelola perpustakaan dengan istilah ‘mentor’.

 

 

 

 

 

 

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiC3JKkQc0mgxaLpY4CeDMGYXNENM2YqvRiYPGlisdpqqYHIUabzEoEVswJKWL7AvKP_1TufuSwG9am8CmdqMg5wvNzVmt8yKIfSlxUOdT9FZ1Arjsl1almT_x_cguwAp-bF2dAA5ywRuHL/s320/6.jpg 

 

 


 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. Sebagian koleksi Perpustakaan DNA

 
 

 


Salah satu hal yang menjadi fokus kami di Perpustakaan DNA saat ini adalah  sosialisasi sekaligus pelaksanaan perjenjangan buku, baik saat pelayanan kegiatan membaca di perpustakaan maupun saat peminjaman buku. Perjenjangan buku ini sesuai dengan Panduan Perjenjangan Buku Nonteks Pelajaran bagi Penggunaan Perbukuan yang diterbitkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Panduan perjenjangan buku ini sangat membantu petugas perpustakaan maupun pegiat literasi dalam penyusunan daftar buku yang direkomendasikan untuk dibaca oleh pembaca sasaran. Selain itu, perjenjangan buku dapat membantu menumbuhkembangkan budaya literasi melalui buku yang bermutu serta tepat guna untuk memberikan pengalaman membaca yang menyenangkan karena mempertimbangkan aspek pedagogik dan psikologis pembaca. 1)

Penyediaan buku di Perpustakaan DNA diharapkan dapat membantu terlaksananya proses perjenjangan buku tersebut. Misalnya, untuk kategori pra-membaca untuk anak-anak usia dini, buku yang disediakan di Perpustakaan DNA seperti : boardbook, flip-flap book, buku kain (untuk bayi dan balita), pop-up book, dll. Selain itu, untuk kategori membaca dini disediakan aneka jenis pictorial book (buku bergambar dengan bahasa sederhana dan ilustrasi yang sangat menarik).

 


1) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. Panduan Perjenjangan Buku Nonteks Pelajaran bagi Pengguna Perbukuan. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 2. Perjenjangan Buku Nonteks Pelajaran

 

Koleksi buku di Perpustakaan DNA harus dapat mengembangkan karakter positif serta terbebas dari materi yang bersifat pornografi, kekerasan, ungkapan kebencian dalam berbagai bentuk, dan penistaan suku, adat, ras, serta agama (SARA). Hal ini sejalan dengan UU RI No.3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, yang menyatakan bahwa penyelenggaraan sistem perbukuan berazaskan kebhinekaan, kebangsaan, kebersamaan, profesionalisme, keterpaduan, kenusantaraan, keadilan, partisipasi masyarakat, kegotongroyongan, dan kebebasbiasan.

Kesalahan dalam memilih buku yang tidak sesuai dengan jenjang kemampuan membaca akan membuat pembaca, terutama anak-anak, tidak mencapai tujuan membaca yang diharapkan. Dengan demikian, diperlukan perjenjangan buku guna memilih buku yang  bermutu dan sesuai dengan perkembangan kemampuan baca serta kebutuhan pengembangan literasi. Para pengguna perpustakaan DNA  dapat memilih dan memilah buku secara tepat, efektif, dan bermakna sesuai dengan tingkat perkembangan usia, kemampuan baca, dan kebutuhan pembaca.

Pendidikan adalah proses pengembangan kapasitas untuk tumbuh secara terus-menerus dan merekonstruksi pengalaman menjadi lebih bermakna.2) Sumber pengalaman antara lain terdapat dalam buku teks pelajaran dan buku nonteks pelajaran. Membaca buku sebagai bagian dari pembelajaran harus dapat dijadikan sebagai pengalaman lebih bermakna.

 


2) Dewey, John. 2001. Democracy and Education. Pennsylvania: Pennsylvania State University.

 

Selain melakukan perjenjangan buku, ada beberapa kegiatan di Perpustakaan DNA dalam rangka menciptakan inkubator literasi, yaitu:

1.         Fun Reading

Membaca bukanlah sekadar meningkatkan keterampilan berbahasa. Membaca adalah sebuah proses pembaruan pikiran, di mana seseorang akan menerima suatu hal yang dapat membantu terbentuknya sel otak baru dalam setiap penyerapan informasi. Membaca dapat membuka mata kita akan pentingnya SDM yang unggul, mengubah pikiran kita menjadi lebih luas lagi, memiliki sumber informasi agar tidak terbawa arus negatif globalisasi. Membaca dapat mempengaruhi kualitas suatu bangsa.

Kegiatan “Fun Reading di Perpustakaan  DNA meliputi:

1) Read A Load (membacakan buku  dengan suara nyaring)

Mentor akan memilihkan buku sesuai usia anak, seperti picture book, cerpen atau dongeng, lalu menyampaikan isi buku/teks, kata demi kata dengan intonasi yang menarik dan penuh ekspresi.

2.) Story Telling (mendongeng)

Description: Description: D:\3_KEISYA_DNA WRITING CLUB\2019\LOMBA LITERASI_PASTI JUARA 1!!!\20.jpg

Gambar 3. Aktivitas Story Telling di Perpustakaan DNA

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Mentor akan menuturkan cerita secara menarik dan interaktif, bisa dengan alat peraga (boneka, wayang kertas, dll), maupun tanpa alat peraga. Anak-anak yang biasa didongengi akan cenderung terampil bercerita dan berbicara, juga lebih percaya diri dalam menyampaikan ide dan pendapatnya. Kegiatan mendongeng juga sangat bermanfaat untuk menanamkan karakter positif pada anak melalui cerita-cerita sederhana namun penuh makna.

 

2.         Mendirikan komunitas penulis cilik: DNA Writing Club

DNA Writing Club didirikan dengan berbekal tiga buah cita-cita yang diharapkan ada dalam diri anak-anak yang bergabung dalam komunitas yang memiliki motto “Creative writer wanna be…”, yakni :

a.       Meningkatkan rasa percaya diri

b.      Memotivasi untuk lebih berprestasi dan cinta ilmu.

c.       Meningkatkan semangat agar gemar membaca, bercerita, dan berkarya (menulis).

Description: Description: D:\KEISYA_CV\DNA Writing Club_logo.jpg
 

 

 

 

 

 

 


Gambar 4. Logo DNA

 

DNA singkatan dari Dream ‘N Action, dimana dalam komunitas ini anak-anak diajak untuk berani bermimpi setinggi langit sekaligus beraksi secara nyata untuk mewujudkan impian-impian tersebut, terutama impian di dunia literasi.

Ada beberapa kegiatan menarik di DNA Writing Club yang bertujuan untuk meningkatkan minat baca sekaligus mengasah keterampilan menulis, diantaranya:

 

*      Fun Writing

Menulis adalah cara terbaik bagi anak-anak untuk mempelajari hal-hal baru dan mengingatnya. Anak-anak yang belajar menulis cerita sejak dini akan mampu belajar dengan mudah, efektif, berpikir secara sistematis, dan lebih percaya diri. 

Description: Description: D:\3_KEISYA_DNA WRITING CLUB\2019\LOMBA LITERASI_PASTI JUARA 1!!!\13.jpg

Gambar 5. Aktivitas Fun Writing di Perpustakaan DNA

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Menurut Ary Nilandari, menulis dapat membantu anak mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Anak-anak yang terbiasa menulis sejak dini, akan terbiasa membaca kehidupan di sekelilingnya. Mereka belajar tentang perspektif atau sudut pandang.  Menulis juga membantu perkembangan emosional anak. Jika anak-anak mampu menuliskan apa yang berkecamuk dalam benak mereka, permasalahan yang mereka hadapi dapat diformulasikan sehingga  akan lebih mudah ditangani.

Description: Description: D:\2_KEISYA_FOTO\FOTO 2016\Camera\P_20160521_121837.jpg

Gambar 6.  One Day Motivation Training bersama Kak Ary Nilandari dan Launching Buku Antologi Perdana DNA Writing Club “Dongeng Nyentrik Alesha”

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 


Beberapa kegiatan fun writing yang dilakukan oleh DNA Writing Club:

a.      Menulis dengan teknik free writing.

b.      Menulis dengan mengoptimalkan panca indra.

c.       Menulis dengan mengenal dan mengasah emosi

d.      Menulis dengan metode mind mapping (peta pikiran)

e.      Pengenalan 5 tahap menulis: Pre Writing, Drafting, Editing, Revising, dan Publishing.

f.        Berkreasi membuat origami berkisah, creative journaling, scrapbook, mading, dll.

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRuDm8dk2s6BY2boURK-sKjRlqEcZJXPKVEtBLrbvjVo36zdih3lT0eTB0k4F5vXke0xGjo8aPVjETHQaOKcwPn2bgRYEMAHyVhZqNEtBDGKbaNk-oVp-yqaeU9y2U4FMg5mih4yry_keR/s400/18.jpg
 

 


Figure 2 Mading karya anak-anak DNA

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 7. Mading DNA

 

*      Fun Playing

·         Bermain Ular Tangga Raksasa DNA

Salah satu kegiatan yang menarik untuk anak-anak adalah bermain ular tangga raksasa berukuran 3mx3m, lengkap dengan sebuah dadu raksasa. Anak-anak yang menjadi pion pemainnya. Ada 64 kotak yang harus mereka lalui untuk sampai goal terakhir. Ada beberapa tantangan dan pertanyaan yang bisa membuat permainan ini menjadi lebih seru. Sebelumnya mentor akan menjelaskan terlebih dahulu makna yang tertulis maupun gambar yang ada di masing-masing kotak tersebut. Jadi anak-anak bisa melakukan aktivitas bermain yang di dalamnya ada kegiatan pembelajaran tentang literasi. Selain ular tangga raksasa, di Perpustakaan DNA juga ada permainan Engklek Persahabatan. Selain mengasah motorik kasar, belajar bersosialisasi dengan teman sebaya, permainan ini sebagai sarana melestarikan permainan tradisional.

Description: Description: D:\1_KEISYA_ART\ular tangga dna.jpg Description: Description: D:\3_KEISYA_DNA WRITING CLUB\2019\LOMBA LITERASI_PASTI JUARA 1!!!\5.jpg

Gambar 8. Desain ular tangga DNA (kiri). Anak-anak bermain ular tangga DNA juga engklek persahabatan saat tim kreatif DNA mengisi kegiatan literasi di sekolah (kanan)

 

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


         Role Playing (Bermain Peran)

Kegiatan fun playing yang lain yaitu role playing. Role playing merupakan kegiatan di mana anak-anak akan memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Bagi anak-anak yang memainkan peran sebagai orang lain, maka ia dapat menempatkan dirinya sendiri seperti watak dari karakter yang dimainkan itu. Kegiatan ini dapat menjadi sarana mengenal jenis karakter tokoh, mendalami berbagai ekspresi emosi, mengasah kemampuan verbal, mengasah empati dan meningkatkan rasa percaya diri.

 

 

 

 

 

Description: Description: D:\3_KEISYA_DNA WRITING CLUB\2019\LOMBA LITERASI_PASTI JUARA 1!!!\21.jpg

Gambar 9. Role Playing bersama DNA, bermain boardgame dan

 menulis puisi dengan metode mind mapping

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Semesta Karya Sejak Usia Belia

Saat ini, dunia penulisan buku di Indonesia tidak lagi didominasi oleh orang dewasa. Anak-anak pun banyak yang telah menjadi penulis dengan karya-karyanya yang best seller. Anak-anak DNA pun telah berhasil membuktikannya.

Cerpen Khansa yang berjudul “Gedung Seribu Pintu” lolos seleksi tingkat nasional dan diterbitkan oleh KKPK Dar!Mizan. Cerpen ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadinya saat mengunjungi cagar budaya yang menjadi icon Kota Semarang yaitu “Lawang Sewu. Cerpen Zaskia yang berjudul “Andri di Tengah Kandri” yang mengisahkan legenda Goa Kreo, salah satu obyek wisata dan kearifan lokal Semarang, mampu mengantarkan Zaskia terbang ke Jakarta untuk mengikuti serangkaian kegiatan Festival Literasi Sekolah (FLS) 2018 sekaligus menjadi finalis Lomba Menulis Cerpen tingkat nasional.

Description: D:\3_KEISYA_DNA WRITING CLUB\2019\LOMBA LITERASI_PASTI JUARA 1!!!\FLS.jpgDescription: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTBOWAAkn3HozfrFhAAHyO8qhzoKDbsMLHwIlbOmbe9oPJXbp5Gg4BaC3ug8f_vO1N3BLCgkT77z7yKgntDVpBTNeuhKV1EYDp6OErFoYjVaBagXg-AKNt_Y6urYn0WCWcoNPpm7BFgyxl/s320/19.jpg

Gambar 10. Khansa dan Zaskia berprestasi di dunia literasi, bermula dari kegemarannya membaca lalu mengasah kemampuan mereka menulis cerita di DNA

 

Selain Khansa dan Zaskia, ada beberapa anggota DNA yang telah sukses menjadi penulis cilik dan produktif dalam menerbitkan buku. Judul-judul istimewa seperti Gobag Sodor Pemersatu, Poliotivasi Om Ardi, Muscular Dystrophy, Buku-Buku Rekondisi, dll, mampu mengantarkan anak-anak ini menjuarai kompetisi penulisan hingga tingkat nasional. Luar biasa sekali! Anak-anak itu mampu menulis sesuatu yang dapat menggerakkan pembaca untuk berubah menjadi lebih baik. 3)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


3) Rien DJ. 2015. Nulis itu Gampang. Surakarta : Indiva Media Kreasi

Description: Description: D:\3_KEISYA_DNA WRITING CLUB\2019\LOMBA LITERASI_PASTI JUARA 1!!!\COVER BUKU DNA.jpg
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 11. Beberapa karya anak-anak DNA.

Dari aktivitas membaca karya teman-teman yang ada di Perpustakaan DNA, mereka pun tergerak untuk berkarya lewat menulis cerita dan diterbitkan jadi buku.

 
 

 

 

 


Penanaman budaya literasi baca-tulis yang senantiasa diupayakan melalui beragam kegiatan di Perpustakaan DNA juga menjadi salah satu alternatif cara menghindarkan ketergantungan anak-anak terhadap gawai. Dengan semakin banyak bahan bacaan yang variatif dan menarik (yang disesuaikan dengan perjenjangan usia), membuat anak-anak akan semakin kaya kosakata dan ide-ide yang dapat dituangkannya dalam komunikasi lisan dan tulisan.

Akhirnya, sebagai pengelola perpustakaan sekaligus pegiat literasi, kita harus menciptakan suatu kondisi dimana aktivitas membaca bukan hanya sekadar sebuah kewajiban, tetapi secara bertahap menjadikannya sebagai budaya dan hobi. Jika literasi baca telah kuat, maka tahap berikutnya yaitu literasi tulis tidak terlalu berat untuk diwujudkan. Walaupun orang yang rajin membaca tidak selalu identik dengan pandai menulis, tetapi setidaknya telah memiliki modal awal yang potensial.

Generasi yang kuat dalam literasi baca-tulis akan menjelma menjadi pendorong untuk lahirnya generasi yang memiliki kecakapan abad 21. Semoga Perpustakaan DNA bisa menjadi salah satu inkubator literasi yang mampu melahirkan SDM yang unggul dan berkualitas menuju Indonesia maju. Mari bersama, bersinergi membahagiakan sesama dengan ‘meliteratkan’ satu sama lain! Salam Literasi!

 

DEMAM LATO-LATO DI NEGERI WAKANDA

  Tak tek tak tek Akhir-akhir ini, suara itu sering terdengar di telinga kita, bukan? Saya sendiri baru ngeh kalau mainan saya zaman k...